Minggu, 22 Mei 2016

Ritual Sangiang Mampendeng Meja Sangiang

AAA - Ritual Sangiang Mampendeng Meja Sangiang ini dilakukan jika manyandah sudah dilakukan dan mendaptkan kepastian tentang penyebab dan bagaimana pengobatannya, ritual ini dilaksanakan dalam 24 jam  yaitu pada siang hari sepenuhnya dilakukan untuk menyiapkan sesajen dan  malam hari sampai pagi harinya digunakan untuk basangiang (ritual inti) 
Urut – urutan ritual ini adalah sebagai berikut :

1.      Menyiapkan Sesajen, Keluarga orang sakit pada pagi hari sampai sore hari bergotong royong menyediakan berbagai macam sarana dan prasaran untuk kegitan sangiang yaitu;

2.      Menyiapkan Lasang Pusun Pinang, Setelah semua sesajen masak dan diletakkan dipiring masing-masing maka seseorang yang bisa dan mampu mengukir pusun pinang membuat ukiran tertentu pada pusun pinang dengan mengunakan langei (pisau kecil) setelah selesai diukir pusun pinang dimasukan dalam bahalai (kain), kemudian diatas pusun pinang tersebut ditaruh tambak yang berisi yang beisikan beras dan hambaruan, lalu pusun pinang digantung bersamaan dengan sipet dan lampik lamiang yang berisi sipa dan rukun tarahan.

3.      Menyiapkan Pusun Pinang, Pusun pinang ini adalah pusun pinang yang sudah terurai dan diikat mengantung pada suatu tempat berdekatan dengan meja sangiang, pusun pinang ini sebagai sangiang merasuk dengan lasangnya (tukang sangiang) dan juga sebagai tempat untuk mahalalian. Sebelum digunakan pusun pinang ini disaki palas dengan darah hewan korban lalu ditampung tawar (dipercikkan tirtha) lalu ditutup dengan kain putih dan dibuka kemudian saat ritual sangiang berlangsung. 
4.      Mengatur Meja Sangiang, Setelah semua sesajen di masukkan kedalam wadahnya maka diatur sedemikian rupa di atas meja tempat basasurung dan atau juga dibawah meja, setelah semua tersusun rapi maka, menunggu sore hari untuk memulai kegiataan inti sangiang

5.      Basaki Palas

6.      Nyaki malas yang sakit

7.      Nyaki malas tukang sangiang

8.      Nyaki tukang kacapi dan rabab

9.      Nyaki malas rangkan panginan

10. Mamenteng Lilis Lamiang

11. Mengikat Lilis/lamiang yang sakit

12. Mengikat Lilis/lamiang tukang sangiang

13. Mengikat Lilis/lamiang tukang kacapi dan rabab

14. Nampara Narijet tuntang Manawur, Pada prosesi ini tukang sangiang memulai kegiatan dengan menutup kepalanya dengan kain putih lalu mangaru beras tawur dengan garu manyang (perapian) dengan do’a dalam bahasa sangiang,

demikian kutipannya;
“Ngaru manyang ku ikau tuh behas, umba garu nukang bakalindang tingang, santi ngekek bakalampang tambun, hapan manganan ewau luai lapangau ampit bajayut ewau tatap lukap kei kajang pantai danum kalunen……….”

Setelah mangaru selesai para pemain kecapi dan rebab memainkan musik untuk mengiring prosesi manawur, dalam prosesi manawur ini tukang sangiang manawur dengan mangarunya, ia menceritakan asal-usul beras dan menjadikannya sebagai Putir bawin tawur sintung uju entan bulau balambung hanya (tujuh bidadari) yang kemudian mereka berangkat dengan Lasang kilat panangkaje andau untuk menemui sahur parapah (roh leluhur) yaitu Temangung Bandar dan Sumbu Kurung atau yang lainnya di dari Luwuk Dalam Betawi/ Lewu Telu (Khayangan) prosesi selesai tukang sangiang membuka jamban lasangnya untuk mempersiapkan diri dirasuki oleh roh leluhur lalu mengayun lasang pusun pinang dan pusun pinang. Beberapa saat kemudian berbagai macam roh reluhur masuk pada tukang sangiang dan menanyakan apa maksud dan tujuan mereka dipanggil,

salah satu kutipan yang di karunya tukang sangiang;
“Hakarah jah indang, hakarah jah apang narai auh rimai ketun pantai danum injam tingang mantehau ikei uluh pantai danum sangiang, are bewei macam panyakit baratus ganguranan ara sampar saribu sababutan biti mangawi ketuh tuh antang…………”

dalam prosesi manyangiang tidak ada urut-urutan sahur (roh leluhur) yang akan merasuk pada tukang sangiang, untuk mengetahuinya orang yang menyelengarakan ritual bertanya langsung pada tukang sangiang.

15. Panturung Hatuen Sangiang, Setelah beberapa sahur (roh leluhur) merasuki tukang sangiang salah satu sahur yang dianggap gagah perkasa adalah Hatue Sangiang (laki-laki sangiang), pada prosesi ini tukang sangiang memilih 7 (tujuh) laki-laki dan 7 (tujuh) perempuan untuk menemainya dalam mengelilingi meja sesaji dengan rangkaian ketujuh orang tersebut meminum baram satu gelas-satu gelas setiap orang, minyup rukun tarahan, lalu mencicipi sedikit-sedikit setiap makanan yang ada paja meja sesajen lalu mereka melakukan tarian manasai.

16. Prosesi Pegobatan, Untuk mengambil penyakit tukang sangiang mengunakan media daun sawang, daun sawang yang digunakan tersebut adalah daun sawang yang baik, tidak berlobang, tidak terlalu kecil, tidak layu dan tidak rusak, jika hal tersebut berupa parasat (pertanda tidak baik) maka tukang sangiang mengambil daun sawang lalu mangarunya dengan perapian kemudian tukang sangiang melihat tubuh orang sakit sambil mengucapkan mantra dalam bahasa sangiang,

sebagai contoh sebagai berikut;
“Has, lampang-lampang bitim daha je papa sala, lampamg-lampang bitim daha bahandang je papa sala tuh aku hauten sangiang handuanan bitim………”

Setelah hal tersebut tukang sangiang meletakkan daun sawang pada bagian tubuh tertentu dan menarik daun sawang bersama segumpal darah, darah tersebut kemudian dimasukkan kedalam mulut ayam hidup yang sudah disediakan lalu tukang sangiang mencuci tanganya pada penyau (kobokan) yang disediakan. Jikapun penyakit itu jauh dan diletak disuatu tempat misalnya di Tajahan, Pambak, dibawah rumah atau dimanapun yang sangat jauh tukang sangiang memerlukan media yang lain yaitu bantu satu orang menaking mandau (laki-laki) kemudian tukang sangiang berdiri didepan pintu dengan mengunakan daun sawang mengambil dan seketika pada saat tukang sangiang memegang daun sawangnya maka akan mendapatkan berbagai macam benda, misalnya; miyak, bungkusan kain, dll benda-benda tersebut jika sudah didapat maka tukang sangiang bertanya dengan keluarga/orang yang sakit apakah benda-benda tersebut dikembalikan kepada pemiliknya atau dibuang. jika dibuang maka tukang sangiang membuat benda tersebut pada pusun pinang.

Mahalalian, Setelah roh sahur yang baik merasuk ada kemungkinan roh bhuta kala (roh yang tidak baik) sebagai penyebab yang sakit akan merasuk pada tukang sangiang, jika hal tersebut terjadi maka orang yang sakit harus dijauhkan dari tukang sangiang dan dikunci pada ruangan kamar tertentu yang sudah disiapkan, kemudian keluarga dari yang sakit berkumonikasi langsung dan meminta berdamai dan tidak saling menganggu, lalu tukang sangiang dibawa keluar dari rumah sampai sangiang yang baik merasuk kembali.

Mangkuman Juhu Saruk, setelah roh sangiang yang baik merasuk kembali dan roh yang jahat sudah dihalalian (dikembalikan ke asalnya) maka prosesi sangiang dilanjutkan lagi, pada prosesi ini tukang sangiang yang dirasuki menjelaskan tentang pali-pali (pantangan) yang harus ditaati oleh orang sakit, misal; tidak boleh melewati jemuran selama tiga hari, tidak boleh berkunjung kerumah orang yang melaihirkan dan orang yang meninggal selama tiga bulan, dan seterusnya. namun pada saat itu juga ada disediakan makanan yang disebut juhu saruk. Orang yang sakit memakan makanan tersebut sehingga makanan yang ada dapat dimakan tidak menjadi pali lagi.

17. Bapapas, Prosesi yang terakhir, lasang pusun pinang yang digantung akan diturunkan kemudian kulitnya dibuka secara hati-hati lalu isinya dibuka dan dibaca apa yang akan terjadi pada orang beritual dimasa yang akan datang setelah ritual apakah ada pertanda-pertanda tertentu, lalu pusun pinang dan tampung papas digunakan untuk bapapas, orang-orang yang sakit menutup diri mereka dengan kain yang berwarna hitam lalu mengahadap matahari terbit dan dipapas oleh tukang sangiang dengan menguncapkan mantra dalam bahasa sangiang, kemudian menghadap kearah matahari terbenar dan dipapas kedua kalinya oleh tukang sangiang seteleh selesai orang-orang sakit meludahi tampung papas yang digunakan dalam babapas serta menolaknya dengan tangan kiri mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar