Sabtu, 28 Mei 2016

Objek Wisata Gua Liang Saragi di Desa Ampari [update 2016 : wisata ini sudah tiada/digusur]

AAA – Di Kabupaten Barito Timur (Bartim) Terdapat Sebuah Objek Wisata alam yang paling terkenal yaitu Liang Saragi, Objek wisata ini berada di Kec. Awang, Desa Ampari.

Liang Saragi adalah sebuah gua atau liang dari batu yang membentuk sebuah trowongan-trowongan yang mirip seperti gua tapi tidak masuk ke dalam tanah, didalam liang saragi juga terdapat aliran air yang melewati selah-selah batu. Bentuk dari liang ini juga beragam, ada yang besar dan kecil. Liang Saragi ini juga memiliki sejarah dan cerita lagenda nya yaitu Kisah bermula ketika Raja Tudan Tarung yang bernama Dambung Datu Tatan sakit keras dan meninggal dunia. Dengan peristiwa ini otomatis tahta kepemimpinan diwarisi oleh anaknya yang bejat moralnya bernama Dambung Gamiluk Langit. Inti dari cerita lagenda ini semuanya tentang cinta
(baca tentang Legenda Asal Usul Liang Saragi).

Untuk Mencapai objek wisata liang saragi ini memang memerlukan tenaga dan waktu tempuh yang lumayan jauh, berjarak sekitar 15 KM dari Kota Tamiang Layang, dangan jalan barbatu sekitar 3 KM dari desa Hayaping, sekitar 500 Meter dari Pintu gerbang kawasan liang saragi

Di Kawasan Liang Batu ini juga terdapat bangku-bangku taman yang di buat untuk bersantai dan juga banyak nya pepohonan membuat Objek wisata ini terlihat lebih asri.

Bagi anda yang ingin mengunjungi temat ini, sebaiknya melakukan persiapan pisik dan mental yang kuat, karena liang saragi ini tematnya ada di dalam hutan, dan juga bawa bekal makanan dan minuman. Berkunjung ke Objek wisata ini idak memerlukan tiket masuk, karena temat ini terbuka untuk umum dan gratis. Tersedia juga tempat parkir motor roda dua dan empat. Sayang nya temat ini masih belum terdaat fasilitas listrik, jadi bawalah fowerbank dari rumah.

Jika sudah sampai di Liang saragi anda bisa berfoto selfie sepuasnya dan menjelajah liang-liang tersebut, sebenarnya masih ada beberapa liang batu lain yang ada di dekat liang saragi, sayang nya jalur akses masih belum ada, takutnya anda tersesat di hutan. Tapi kelelahan yang anda rasakan akan terhapus setelah sampai di objek wisata terbaik di kab. Bartim ini.

Baca juga : Daftar Objek Wisata di Kabupaten Barito Timur

Terima kasih atas kunjungan nya.. artikel ini kami buat untuk mempromosikan sektor pariwisata di Indonesia, tepatnya di Kalimantan Tengah dalam Perjalanan di Tanah Dayak
Sangkay City

 .
.
.
.
update 2016.
untuk sekarang lupakan tentang wisata ini..karna tempat itu sudah di gusur dan hilang,,  Eks..
.
.
semalam saya datang ke stan pameran dinas pariwisata bartim, katanya "kami akan membuat objek wisata liang saragi ke dua" . . . ? ? ?  

Jumat, 27 Mei 2016

Legenda Asal Usul Liang Saragi

AAA – Setiap tempat yang unik pastinya memiliki daya tarik dan legenda nya sendiri. di Kab. Barito Timur (ex. Barito Selatan) terdapat sebuah Liang yang di jadikan objek wisata unggulan yaitu Liang Saragi. Liang Saragi adalah sebuah goa atau liang dari batu yang membentuk sebuah trowongan – trowongan yang mirip seperti goa tapi tidak masuk ke dalam tanah. Liang ini juga memiliki bentuk dan diameter yang berbeda beda.

Dalam Perjalanan di Tanah Dayak Kali ini akan membahas secara singkat tentang Legenda Asal Usul Liang Saragi yang ada di desa Ampari (hayaping).
pintu gerbang liang saragi
“Liang Saragi, Semuanya Karena Cinta” merupakan cerita rakyat tentang kisah cinta yang tragis dan legendaris. Latar tempatnya adalah sebuah perkampungan yang bernama Tudan Tarung.

Kisah bermula ketika Raja Tudan Tarung yang bernama Dambung Datu Tatan sakit keras dan meninggal dunia. Dengan peristiwa ini otomatis tahta kepemimpinan diwarisi oleh anaknya yang bejat moralnya bernama Dambung Gamiluk Langit.

Singkat cerita, Raja Dambung Gamiluk Langit akhirnya mengawinkan putrinya bernama Putri Lingga Wulan Layu dengan Maju Ranang Mea padahal Maju Ranang Mea adalah juga anak kandungnya yang merupakan hasil selingkuhnya dengan Dara Layang Winei. 

Proses perkawinan sedarah ini dilakukan oleh Raja Dambung Gamiluk Langit dengan mengorbankan Saragi Nanta kekasih hati putrinya tercinta. Perkawinan paksa dilakukan dengan cara yang sangat licik. Saragi Nanta adalah putra tunggal Wadian Wawei Dara Mauruwe yang selama ini merupakan dukun kerajaan yang sangat terpercaya. Pesta pernikahan kerajaan yang digelar raja Dambung Gamiluk Langit ternyata berbuah petaka. Perkawinan sedarah ini justru mengundang rume atau kiamat lokal yang mengakibatkan kemusnahan Tudan Tarung secara total. Guntur petir menyambar balai pernikahan yang meriah. Hujan deras membasahi seluruh kampung dan penghuninya. Akhirnya kampung beradab itu terkutuk menjadi batu. Bekas-bekas perkampungan inilah yang kemudian dikenal sebagai LIANG SARAGI.

Demikian cerita singkat tentang Legenda Liang Saragi, cerita rakyat ini adalah asli berasal dari Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah. Sebenarnya buku tentang legenda ini sudah dibuat pada tahun 1996 yang di tulis oleh Syamsuddin Rudiannoor yang berjudul “LIANG SARAGI, Semuanya karena Cinta”


Semoga cerita legenda ini bisa menjadi kekayaan budaya Bartim, tepatnya di kec. Awang, desa Ampari. Bahkan sekarang sudah di buatkan lagu yang berjudul Saragi yang berbahasa Dayak Maanyan.

-      The city of bbm –
#sangkay city (tim)

Minggu, 22 Mei 2016

Ritual Sangiang Mampendeng Meja Sangiang

AAA - Ritual Sangiang Mampendeng Meja Sangiang ini dilakukan jika manyandah sudah dilakukan dan mendaptkan kepastian tentang penyebab dan bagaimana pengobatannya, ritual ini dilaksanakan dalam 24 jam  yaitu pada siang hari sepenuhnya dilakukan untuk menyiapkan sesajen dan  malam hari sampai pagi harinya digunakan untuk basangiang (ritual inti) 
Urut – urutan ritual ini adalah sebagai berikut :

1.      Menyiapkan Sesajen, Keluarga orang sakit pada pagi hari sampai sore hari bergotong royong menyediakan berbagai macam sarana dan prasaran untuk kegitan sangiang yaitu;

2.      Menyiapkan Lasang Pusun Pinang, Setelah semua sesajen masak dan diletakkan dipiring masing-masing maka seseorang yang bisa dan mampu mengukir pusun pinang membuat ukiran tertentu pada pusun pinang dengan mengunakan langei (pisau kecil) setelah selesai diukir pusun pinang dimasukan dalam bahalai (kain), kemudian diatas pusun pinang tersebut ditaruh tambak yang berisi yang beisikan beras dan hambaruan, lalu pusun pinang digantung bersamaan dengan sipet dan lampik lamiang yang berisi sipa dan rukun tarahan.

3.      Menyiapkan Pusun Pinang, Pusun pinang ini adalah pusun pinang yang sudah terurai dan diikat mengantung pada suatu tempat berdekatan dengan meja sangiang, pusun pinang ini sebagai sangiang merasuk dengan lasangnya (tukang sangiang) dan juga sebagai tempat untuk mahalalian. Sebelum digunakan pusun pinang ini disaki palas dengan darah hewan korban lalu ditampung tawar (dipercikkan tirtha) lalu ditutup dengan kain putih dan dibuka kemudian saat ritual sangiang berlangsung. 
4.      Mengatur Meja Sangiang, Setelah semua sesajen di masukkan kedalam wadahnya maka diatur sedemikian rupa di atas meja tempat basasurung dan atau juga dibawah meja, setelah semua tersusun rapi maka, menunggu sore hari untuk memulai kegiataan inti sangiang

5.      Basaki Palas

6.      Nyaki malas yang sakit

7.      Nyaki malas tukang sangiang

8.      Nyaki tukang kacapi dan rabab

9.      Nyaki malas rangkan panginan

10. Mamenteng Lilis Lamiang

11. Mengikat Lilis/lamiang yang sakit

12. Mengikat Lilis/lamiang tukang sangiang

13. Mengikat Lilis/lamiang tukang kacapi dan rabab

14. Nampara Narijet tuntang Manawur, Pada prosesi ini tukang sangiang memulai kegiatan dengan menutup kepalanya dengan kain putih lalu mangaru beras tawur dengan garu manyang (perapian) dengan do’a dalam bahasa sangiang,

demikian kutipannya;
“Ngaru manyang ku ikau tuh behas, umba garu nukang bakalindang tingang, santi ngekek bakalampang tambun, hapan manganan ewau luai lapangau ampit bajayut ewau tatap lukap kei kajang pantai danum kalunen……….”

Setelah mangaru selesai para pemain kecapi dan rebab memainkan musik untuk mengiring prosesi manawur, dalam prosesi manawur ini tukang sangiang manawur dengan mangarunya, ia menceritakan asal-usul beras dan menjadikannya sebagai Putir bawin tawur sintung uju entan bulau balambung hanya (tujuh bidadari) yang kemudian mereka berangkat dengan Lasang kilat panangkaje andau untuk menemui sahur parapah (roh leluhur) yaitu Temangung Bandar dan Sumbu Kurung atau yang lainnya di dari Luwuk Dalam Betawi/ Lewu Telu (Khayangan) prosesi selesai tukang sangiang membuka jamban lasangnya untuk mempersiapkan diri dirasuki oleh roh leluhur lalu mengayun lasang pusun pinang dan pusun pinang. Beberapa saat kemudian berbagai macam roh reluhur masuk pada tukang sangiang dan menanyakan apa maksud dan tujuan mereka dipanggil,

salah satu kutipan yang di karunya tukang sangiang;
“Hakarah jah indang, hakarah jah apang narai auh rimai ketun pantai danum injam tingang mantehau ikei uluh pantai danum sangiang, are bewei macam panyakit baratus ganguranan ara sampar saribu sababutan biti mangawi ketuh tuh antang…………”

dalam prosesi manyangiang tidak ada urut-urutan sahur (roh leluhur) yang akan merasuk pada tukang sangiang, untuk mengetahuinya orang yang menyelengarakan ritual bertanya langsung pada tukang sangiang.

15. Panturung Hatuen Sangiang, Setelah beberapa sahur (roh leluhur) merasuki tukang sangiang salah satu sahur yang dianggap gagah perkasa adalah Hatue Sangiang (laki-laki sangiang), pada prosesi ini tukang sangiang memilih 7 (tujuh) laki-laki dan 7 (tujuh) perempuan untuk menemainya dalam mengelilingi meja sesaji dengan rangkaian ketujuh orang tersebut meminum baram satu gelas-satu gelas setiap orang, minyup rukun tarahan, lalu mencicipi sedikit-sedikit setiap makanan yang ada paja meja sesajen lalu mereka melakukan tarian manasai.

16. Prosesi Pegobatan, Untuk mengambil penyakit tukang sangiang mengunakan media daun sawang, daun sawang yang digunakan tersebut adalah daun sawang yang baik, tidak berlobang, tidak terlalu kecil, tidak layu dan tidak rusak, jika hal tersebut berupa parasat (pertanda tidak baik) maka tukang sangiang mengambil daun sawang lalu mangarunya dengan perapian kemudian tukang sangiang melihat tubuh orang sakit sambil mengucapkan mantra dalam bahasa sangiang,

sebagai contoh sebagai berikut;
“Has, lampang-lampang bitim daha je papa sala, lampamg-lampang bitim daha bahandang je papa sala tuh aku hauten sangiang handuanan bitim………”

Setelah hal tersebut tukang sangiang meletakkan daun sawang pada bagian tubuh tertentu dan menarik daun sawang bersama segumpal darah, darah tersebut kemudian dimasukkan kedalam mulut ayam hidup yang sudah disediakan lalu tukang sangiang mencuci tanganya pada penyau (kobokan) yang disediakan. Jikapun penyakit itu jauh dan diletak disuatu tempat misalnya di Tajahan, Pambak, dibawah rumah atau dimanapun yang sangat jauh tukang sangiang memerlukan media yang lain yaitu bantu satu orang menaking mandau (laki-laki) kemudian tukang sangiang berdiri didepan pintu dengan mengunakan daun sawang mengambil dan seketika pada saat tukang sangiang memegang daun sawangnya maka akan mendapatkan berbagai macam benda, misalnya; miyak, bungkusan kain, dll benda-benda tersebut jika sudah didapat maka tukang sangiang bertanya dengan keluarga/orang yang sakit apakah benda-benda tersebut dikembalikan kepada pemiliknya atau dibuang. jika dibuang maka tukang sangiang membuat benda tersebut pada pusun pinang.

Mahalalian, Setelah roh sahur yang baik merasuk ada kemungkinan roh bhuta kala (roh yang tidak baik) sebagai penyebab yang sakit akan merasuk pada tukang sangiang, jika hal tersebut terjadi maka orang yang sakit harus dijauhkan dari tukang sangiang dan dikunci pada ruangan kamar tertentu yang sudah disiapkan, kemudian keluarga dari yang sakit berkumonikasi langsung dan meminta berdamai dan tidak saling menganggu, lalu tukang sangiang dibawa keluar dari rumah sampai sangiang yang baik merasuk kembali.

Mangkuman Juhu Saruk, setelah roh sangiang yang baik merasuk kembali dan roh yang jahat sudah dihalalian (dikembalikan ke asalnya) maka prosesi sangiang dilanjutkan lagi, pada prosesi ini tukang sangiang yang dirasuki menjelaskan tentang pali-pali (pantangan) yang harus ditaati oleh orang sakit, misal; tidak boleh melewati jemuran selama tiga hari, tidak boleh berkunjung kerumah orang yang melaihirkan dan orang yang meninggal selama tiga bulan, dan seterusnya. namun pada saat itu juga ada disediakan makanan yang disebut juhu saruk. Orang yang sakit memakan makanan tersebut sehingga makanan yang ada dapat dimakan tidak menjadi pali lagi.

17. Bapapas, Prosesi yang terakhir, lasang pusun pinang yang digantung akan diturunkan kemudian kulitnya dibuka secara hati-hati lalu isinya dibuka dan dibaca apa yang akan terjadi pada orang beritual dimasa yang akan datang setelah ritual apakah ada pertanda-pertanda tertentu, lalu pusun pinang dan tampung papas digunakan untuk bapapas, orang-orang yang sakit menutup diri mereka dengan kain yang berwarna hitam lalu mengahadap matahari terbit dan dipapas oleh tukang sangiang dengan menguncapkan mantra dalam bahasa sangiang, kemudian menghadap kearah matahari terbenar dan dipapas kedua kalinya oleh tukang sangiang seteleh selesai orang-orang sakit meludahi tampung papas yang digunakan dalam babapas serta menolaknya dengan tangan kiri mereka.

Sabtu, 21 Mei 2016

Ritual Sangiang Manyandah Kaharingan Dayak Ngaju

AAA - Manyandah adalah ritual untuk mencari penyebab dari berbagai macam penyakit yang diderita dengan bantuan roh leluhur (Bandar). Ritual ini juga merupakan beberapa bagian dari ritual sangiang. Manyandah itu sendiri sebenarnya sama dengan Manenung yang dilakukan oleh basir/pisor akan tetapi manyandah tidak mengunakan media ataupun sarana dalam manenung melaikan berkomonikasi langsung dengan tukang Sangiang (Manyangiang).
sc - perjalanan di tanah dayak
Ritual Manyandah terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :
Manyandah Manta
Manyandah Manta adalah ritual mencari penyebab dari berbagai macam penyakit tetapi tidak dapat melakukan pengobatan. Pada ritual tidak memerlukan sesajen seperti : Ayam, Ketupat, Tanehi, Kue dan lain-lain, dalam ritual tersebut hanya mengunakan Sangku Tambak Raja (Bongkor) yang berisi Hambaruan (untuk laki-laki 7 biji beras dan perempuan 8 biji beras yang dibungkus dengan kain putih) setelah itu tukang Sangiang melakukan Manawur untuk meminta bantuan Sahur (Roh leluhur) atau Sumbu Kurung dan Tamanggung Bandar dari Luwuk Dalam Betawi/ Lewu Telu (Khayangan) untuk merasuk tukang Sangiang yang disebut Lasang. Setelah merasuk lalu keluarga yang sakit atau yang melakukan ritual bertanya tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatanya, misalkan; penyakit tersebut diakibatkan Mari/ Manah (akibat melangar larangan atau pantangan tertentu) kemudian ditanyakan apa obatnya dan siapa yang mampu mencari obatnya. Tetapi jika hal tersebut diakibatkan oleh hal yang lebih besar dan memerlukan ritual lanjut maka keluarga akan melakukan inti ritual Sangiang dengan berbagai persiapan pada hari yang berbeda.
Manyandah Masak
Manyandah Masak ritual ini sedikit berbeda dengan Manyandah Manta yaitu pada ritual ini Tukang Sangiang dapat melakukan ritual penyembuhan seperti Mangumul (mengambil berbagai penyakit pada tingkat tertentu yang tidak berat) pada ritual ini tersedia sesajen yang berupa ayam yang terdiri dari 2 (dua) ekor dimana ayam yang pertama berbulu putih digunakan sebagai sesajen untuk Sahur Bandar (roh leluruh yang baik) dan ayam yang kedua disiapkan sebagai sesajen kepada roh yang tidak baik (Bhuta kala), selain itu berbagai macam Ketupat, Kue, Ketan dan lain-lain juga disiapkan tetapi pada tingkat ini Tukang Sangiang tidak Mampendeng Meja Sangkai Kambang sehingga tidak semua Sahur yang digunakan sebagai media penyembuhan pada ritual ini.

Jumat, 20 Mei 2016

Ritual Pengobatan Sangiang Dayak Ngaju

AAA - Ritual sangiang adalah ritual pengobatan berbagai macam penyakit dengan bantuan roh leluhur (Sahur Bandar) dengan tukang sangiang sebagai mediator, dimana ritual tersebut dilaksanakan oleh masyarakat suku Dayak Ngaju khususnya yang beragama Hindu Kaharingan. Sangiang sendiri di kutip dari wikipedia indonesia yaitu Sangiang adalah roh-roh leluhur (manusia ilahi) selaku utusan Tuhan yang dapat diundang kehadirannya oleh seorang basie/basir (pendeta adat) dengan menggunakan mantra-mantra dalam Bahasa Sangiang/bahasa Sangen (bahasa Dayak kuno) pada suatu upacara agama Kaharingan yang dilakukan suku-suku Dayak di Kalimantan.
Pengobatan Manyangiang sampai saat ini dianggap sebagai pengobatan tradisional pada masyarakat Dayak Ngaju untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit yang bersifat Naturalistik atapun Personalistik (Pengaruh roh)

Dijelaskan dalam Panaturan sebagai berikut :
Setelah itu Manyamei Tempun Telun Tingang dengan Kameluh Tempun Tiyawun Tingangmenyuruh Manyamei Malinggar Langit dan Kameluh Bajarumat Hintan menciptakan buaya, hupei biha, racun dan tuba, serta segala macam penyakit yang mengakibatkan sakit dan kematian”(Panaturan, 5 ;17, 1985)

“Kemudian Ranying Hatala bersama Jatha Balawang Bulau menciptakan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat-obatan”
(Panaturan, 5 ; 26, 1989)

“Kemudian Ranying Hatala berbicara dengan Jatha Balawang Bulau, Firmannya; Kini manusia tidak akan meninggal karena penyakit yang dibuat oleh mereka berempat, karena sudah cukup berbagai macam cara dan obat-obat yang KU ciptakan”
(Panaturan, 5; 29, 1989) 

Pemimpin Ritual Sangiang
Orang yang dapat memimpin ritual sangiang tidak harus pisor/basir tetapi orang yang bisa nyangiang, nyangiang dimaksud tidak sembarang orang akan tetapi orang-orang yang mempunyai batu sangiang dan rumbang garu. Adapun batu sangiang dan rumbang garu adalah kemampuan yang dianugerahi oleh Berbagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa/Ranying Hatalla Langit agar orang yang bisa nyangiang dapat terhubung dengan sahur (Bandar) serta memiliki kemampuan untuk mangumul (mengambil berbagai macam penyakit dari orang yang sakit). Hal tersebut tidak diketahui secara langsung oleh orang yang bisa nyangiang melainkan oleh gurunya atapun orang lain yang sudah mampu melakukan ritual manyangiang (Sangiang Jaya), selain itu mereka yang bisa manyangiang memiliki ciri-ciri sejak lahir dimana ia lahir bersamaan dengan bungkus ari-arinya secara utuh tetapi hal itupun tidak menjamin seseorang bisa manyangiang tergantung pada orang tersebut apakah dia mau berguru (Batuha; bahasa Katingan) kepada orang yang bisa nyangiang atau tidak. 

Fungsi Ritual Sangiang

Ritual Sangiang berufungsi untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit baik penyebab secara Naturalistik maupun Personalistik, yang diobati dengan obat-obatan tradisional dan perantaranya adalah tukang sangiang tersebut serta dibantu oleh roh leluhur yang suci yang merasuk tukang sangiang disitulah tukang sangiang memberitahukan obat yang harus dicari untuk mengobati orang yang sakit.

Fungsi ritual sangiang dalam sosial masyarakat memiliki banyak fungsi yang pertama yaitu membangun kekerabatan antara keluarga,apabila ada dalam satu keluarga yang sakit seluruh anggota keluarga yang lain ikut membantu membuat makanan atau sesajen-sejan yang akan dibuat untuk acara sangiang sampai selesai,serta kekerabatan pun juga terjalin antara masyarat yang satu dengan masyrakat yang lain karena bukan hanya  keluarga yang mebantu membuat sesajen untuk ritual sangiang melainkan masyrakat sekitar juga ikut membantu, dengan demikian  terjalin sikap gotong royong serta rasa persaudaraan.

Tabe!

Kamis, 19 Mei 2016

Simpang Tiga Bundaran Paju Epat

AAA – Paju epat adalah sebuah Kecamatan yang memiliki sejarah besar dalam Suku Dayak Maanyan. Simpang tiga bundaran paju epat ini terletak di tenah – tengah dari Kecamatan Paju Epat, dimana jalan menuju ke arah barat adalah desa Telang dan desa Siong. Sedangkan ke arah utara menuju desa Maipe dan desa Balawa. Kemudian ke arah timur adalah desa Murutuwu, yang juga mengarah lansung ke Kota Tamiang Layang.
 
Apa yang menarik dari simpang tiga bundaran paju epat? Yah. . mungkin ini hanyalah tulisan iseng yang saya buat untuk memajukan dearah Paju Epat. Sebagaimana yang kita ketahui, di tengah bundaran ini di buatkan tugu yang di atas nya ada sebuah guci (bangah). Di sekeliling tugu tersebut juga dibuatkan tamandan bangku – bangku untuk bersantai, serta ada beberapa bunga yang tumbuh sekaligus mempercantik Simpang tiga Bundaran Paju Epat.

Di dekat simpang tiga bundaran paju epat ini juga terdapat sebuah Sekolah SLTA Negeri 3 Tamiang Layang


Dalam perjalanan admin sangkay city (tim) yang kami lakukan beberapa waktu lalu. Kami juga sempatkan untuk singgah di bundaran ini untuk bersantai sejenak dari lelah perjalanan yang kami lakukan. Kebetulan waktu itu pada sore hari jadi tidak terlalu panas, dan kapi juga dapat meliat sunset (matahari tenggelam) ke arah desa Telang.
Di Simpang Tiga Bundaran Paju Epat ini juga menjadi titik temu warga dari satu kecamatan. Pada sore itu juga banyak para pemuda datang untuk bersantai dan mencari sinyal telepon, karena di kecamatan paju epat hanya ada menara tower telekomonikasi milik Telkomsel, jadi lokasi Simpang tiga Bundaran Paju Epat ini adalah tempat yang strategis untuk mendapatkan sinyal dan internet.

Begitulah tentang simpang tiga bundaran paju epat, sebuah bundaran yang mengubungkan kebudayaan dayak maanyan paju 4. Terima kasih atas kunjungan nya, smoga bermamfaat dan menamba wawasan anda. – the city of bbm (sangkay city)

Rabu, 18 Mei 2016

Sejarah Bahasa Sangiang dan Eksistensinya


AAA - Sangiang adalah roh-roh leluhur (manusia ilahi) selaku utusan Tuhan yang dapat diundang kehadirannya oleh seorang basie/basir (pendeta adat) dengan menggunakan mantra-mantra dalam bahasa Sangiang/bahasa Sangen (bahasa Dayak kuno) pada suatu upacara agama Kaharingan yang dilakukan suku-suku Dayak di Kalimantan.

Dalam agama Hindu Kaharingan kita mengenal yang namanya sangiang, atau kalau menurut Agama Hindu dikenal dengan istilah Dewa  dan menurut agama lainnya dikenal dengan Malaikat.

Menurut ajaran agama Hindu Kaharingan kita mengenal beberapa Dewa atau Malaikat dari Ranying Hatalla Langit yang bertugas untuk membimbing manusia-manusia di pantai Danum Kalunen (dunia).

Antara lain dari para sangiang itu yang kita kenal adalah :

·         Janjulung Tatu Riwut
·         Gembala Raja Tanggara
·         Sangkaria Nayru Menteng
·         Raja Tuntung Tahaseng
·         Tamanang Tarai Bulan
·         Raja Sapanipas
·         Raja Mise Andau

 
Para sangiang di atas mempunyai tugas yang masing-masing diatur oleh Ranyinng Hatalla Lanigt, guna membimbing umat manusia di dunia ini (Batang Danum Injam Tingang) dan termuat dalam kitab suci.

Sejarah Bahasa Sangiang

Dalam sejarahnya bahasa Sangiang terdiri dari dua periode atau dua tahap yaitu :
1.    Periode pertama
Bahasa Sangiang hanya digunakan pada pantai danum sangiang di Lewu Telu. Pada saat itu Ranying Hatalla menugaskan malaikatnya yang diberi nama Raja Uju Hakanduang Kanaruhan Hanya basakati, yang terdiri dari :
·         Raja Mandurut Untung
·         Raka Angking Penyang
·         Raja Untung Barakat
·         Raja Panimbang Darah
·         Raja Garing Hatungku
·         Raja Tuntung Matan Andau
·         Raja Putir Selung Tamanang

2.    Periode Kedua
Bawi ayah mengajarkan nenek moyang orang Dayak selama 7 (tujuh) tahun lamanya, dan semua upacara dilaksanakan  seperti di Lewu batu Nindan semua bisa dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, generasi bawi Ayah yang melaksanakan berbagai upacara adalah diwarisi oleh orang-orang perempuan yang disebut Sapangan Bawin yang artinya orang-orang perempuan yang mewarisi ajaran-ajaran itu atau dengan sebutan sekarang Basir/pisu (rohaniawan) yang mampu melaksanakan (memuput) berbagai kegiatan upacara keagamaan Hindu Kaharingan.

Setiap pelaksanaan upacara tersebut semuanya menggunakan bahasa Sangiang seperti misalnya :
- Upacara korban suci kepada leluhur (pakanan sahur)
- Upacara perkawinan
- Upacara rukun kematian seperti halnya :
-          mapas,
-          nyalentup,
-          natumbur,
-          nantau, dll yang menggunakan bahasa sangiang.

Eksistensi bahasa Sangiang merupakan realitas budaya yang merupakan hasil dari ide kreatif leluhur masyarakat Hindu Kaharingan yang mencerminkan budaya atau pola kehidupan masyarakat pendukungnya. Samudera makna memang begitu dalam, apalagi jika dikaitkan dengan budaya, ada banyak makna yang mengandung nilai – nilai positif dan masih relevan bagi kehidupan manusia di dunia kini. Maka ajakan untuk menjaga dan melestarikan seni budaya dan bahasa sebagai warisan leluhur sebuah suku bangsa sebenarnya bukanlah sekedar bukti apresiasi terhadap leluhur belaka, namun lebih dari itu, nilai tuntunan hidup, etika, pelestarian lingkungan, keagungan Ranying Hatalla Langit, dan nilai-nilai positif lain yang berada di balik wacana ritual keagamaan Hindu Kaharingan tersebut sepatutnya diilhami dan dilestarikan.

Baca juga : Bahasa Sangiang, Bahasa Roh Dayak Kaharingan Kalimantan