AAA – Tabe. Tulisan ini adalah riwayat seorang Tokoh Dayak yang dikenal dengan nama Tjilik Riwut, Tjilik Riwut merupakan pendiri provinsi kalimantan tengah.
Di tulisan ini akan menggambarkan sedikit tentang Batu Balampah Pertapaan Tjilik Riwut yang juga merupakan salah satu tempat wisata yang ada di kab. Katingan, Kalimantan Tengah.
Riwut Dahiang yang bertempat tinggal di daerah Sungai Sala, sangat mendambakan anak laki-laki. Keinginan tersebut demikian kuat dan mendalam. Walau berkali-kali Piai Riwut isterinya telah melahirkan anak, namun apabila anak laki-laki yang lahir, selalu saja meninggal dunia dalam usia balita. Keinginan yang sedemikian kuat membawa Riwut Dahiang bermohon dengan khusuk kepada Hatalla. Maka pergilah ia menuju ke suatu tempat keramat yaitu Bukit Batu.
Di tempat itu Riwut Dahiang balampah dan bermohon untuk diberikan seorang putera laki-laki. Wangsit yang diperoleh menyatakan bahwa kelak di kemudian hari putra lelaki yang sangat didambakan itu akan mengemban tugas khusus bagi masyarakat sukunya.
Tanggal 2 Pebruari 1918, anak laki-laki yang sangat diharapkan lahir dengan selamat di sebuah kebun durian Kampung Katunen Kasongan Kalimantan Tengah.
Sejak kecil oleh ayahnya, Tjilik Riwut sering diajak ke Bukit Batu sehingga bagi Tjilik Riwut kecil tempat itu sudah tidak asing lagi baginya. Setelah melampaui usia balita, ketika sedang bermain-main dengan teman seusia, terkadang Tjilik Riwut begitu saja pergi meninggalkan teman-temannya menuju Bukit Batu. Entah apa yang ia lakukan disana, tak seorang pun tahu.
Ketika menginjak usia remaja, Tjilik Riwut mulai mengikuti tradisi orang tuanya, pergilah Tjilik Riwut seorang diri menuju Bukit Batu. Di Bukit Batu ia balampah. Wangsit pertama yang ia peroleh mengarahkannya untuk menyeberang laut menuju pulau Jawa. Ketika itu komunikasi dan transportasi dari pedalaman Kalimantan ke Jawa amatlah sulitnya. Dapat dikatakan hanya impian. Jangankan ke pulau Jawa, menuju Banjarmasin yang juga berada di pulau yang sama yaitu Kalimantan membutuhkan perjuangan.
Tjilik Riwut tak kenal putus asa, halangan dan kesulitan yang menghadang ia anggap sebagai tantangan. Segala macam cara telah ia lakukan baik berjalan kaki menerobos rimba, naik perahu dan rakit, asalkan bisa mencapai pulau Jawa. Akhirnya sampai juga ia ke Banjarmasin. Singkat cerita, ketika sampai di Banjarmasin, Tjilik Riwut berusaha mendapatkan pekerjaan yang ada peluang untuk menghantarkannya ke Pulau Jawa.
Pada tahun 1942 di Banjarmasin, tengah malam ketika semua orang sedang tidur, Tjilik Riwut bangun dari tidurnya dan langsung membangunkan kawan-kawannya yang sedang terlelap tidur. Dengan begitu yakin Tjilik Riwut mengatakan kepada kawan-kawannya bahwa ayahndanya Riwut Dahiang malam ini telah dipanggil Yang Kuasa.
Tentu saja semua kawan-kawannya terheran-heran, tak satupun yang percaya bahkan mengira bahwa Tjilik Riwut sedang mimpi. Namun dengan mantap dan penuh keyakinan sekali lagi ia mengatakan bahwa semua ini benar karena penguasa Bukit Batu baru saja datang menemuinya menyampaikan pesan tersebut dan mengatakan bahwa sejak saat itu Tjilik Riwut adalah teman terdekatnya.
Tjilik Riwut meminta teman-temannya untuk mencatat kejadian tersebut lengkap dengan tanggal dan jam terjadinya peristiwa. Djainudin, Essel Djelau dan seorang teman lagi langsung mencatat walau tidak begitu yakin bahwa apa yang dialami Tjilik Riwut tersebut benar terjadi. Untuk mengecek kebenaran firasat tersebut hanya mungkin apabila ada seorang warga yang berasal dari Kasongan datang ke Banjarmasin. Saat itu komunikasi tidak semudah saat ini. Belum ada telepon, belum ada layanan pos, pengiriman berita mungkin terjadi apabila ada kenalan yang datang dari kampung halaman.
Suatu hari ketika seorang kawan datang dari Kasongan ke Banjarmasin, Tjilik Riwut bergegas menanyakan keadaan orang tuanya. Memang benar pada saat firasat dirasakan, pada saat itulah ayah tercintanya pergi menghadap ke hadirat Illahi.
Di masa Revolusi ketika Tjilik Riwut telah berhasil mencapai pulau Jawa bahkan telah terlibat aktif dalam perjuangan menantang Belanda, dalam suatu kesempatan ia pulang kampung dan balampah di Bukit Batu. Ia mohon petunjuk dalam perjuangannya melawan penjajah. Dalam kesempatan itupun Tjilik Riwut bernazar untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka. Sesuatu ia peroleh begitu usai balampah yaitu sebuah batu berbentuk daun telinga. Wangsit yang ia peroleh mengatakan bahwa batu tersebut dapat digunakan untuk mendengarkan dan memonitor musuh apabila diletakkan pada daun telinganya. Namun setelah kemerdekaan diperoleh oleh bangsa Indonesia, batu telinga itu pun gaib.
Sumber : http://www.nila-riwut.com/id/tjilik-riwut/bukit-batu-pertapaan-pahlawan-nasional-tjilik-riwut
Di tulisan ini akan menggambarkan sedikit tentang Batu Balampah Pertapaan Tjilik Riwut yang juga merupakan salah satu tempat wisata yang ada di kab. Katingan, Kalimantan Tengah.
Riwut Dahiang yang bertempat tinggal di daerah Sungai Sala, sangat mendambakan anak laki-laki. Keinginan tersebut demikian kuat dan mendalam. Walau berkali-kali Piai Riwut isterinya telah melahirkan anak, namun apabila anak laki-laki yang lahir, selalu saja meninggal dunia dalam usia balita. Keinginan yang sedemikian kuat membawa Riwut Dahiang bermohon dengan khusuk kepada Hatalla. Maka pergilah ia menuju ke suatu tempat keramat yaitu Bukit Batu.
Di tempat itu Riwut Dahiang balampah dan bermohon untuk diberikan seorang putera laki-laki. Wangsit yang diperoleh menyatakan bahwa kelak di kemudian hari putra lelaki yang sangat didambakan itu akan mengemban tugas khusus bagi masyarakat sukunya.
Tanggal 2 Pebruari 1918, anak laki-laki yang sangat diharapkan lahir dengan selamat di sebuah kebun durian Kampung Katunen Kasongan Kalimantan Tengah.
Sejak kecil oleh ayahnya, Tjilik Riwut sering diajak ke Bukit Batu sehingga bagi Tjilik Riwut kecil tempat itu sudah tidak asing lagi baginya. Setelah melampaui usia balita, ketika sedang bermain-main dengan teman seusia, terkadang Tjilik Riwut begitu saja pergi meninggalkan teman-temannya menuju Bukit Batu. Entah apa yang ia lakukan disana, tak seorang pun tahu.
Ketika menginjak usia remaja, Tjilik Riwut mulai mengikuti tradisi orang tuanya, pergilah Tjilik Riwut seorang diri menuju Bukit Batu. Di Bukit Batu ia balampah. Wangsit pertama yang ia peroleh mengarahkannya untuk menyeberang laut menuju pulau Jawa. Ketika itu komunikasi dan transportasi dari pedalaman Kalimantan ke Jawa amatlah sulitnya. Dapat dikatakan hanya impian. Jangankan ke pulau Jawa, menuju Banjarmasin yang juga berada di pulau yang sama yaitu Kalimantan membutuhkan perjuangan.
Tjilik Riwut tak kenal putus asa, halangan dan kesulitan yang menghadang ia anggap sebagai tantangan. Segala macam cara telah ia lakukan baik berjalan kaki menerobos rimba, naik perahu dan rakit, asalkan bisa mencapai pulau Jawa. Akhirnya sampai juga ia ke Banjarmasin. Singkat cerita, ketika sampai di Banjarmasin, Tjilik Riwut berusaha mendapatkan pekerjaan yang ada peluang untuk menghantarkannya ke Pulau Jawa.
Pada tahun 1942 di Banjarmasin, tengah malam ketika semua orang sedang tidur, Tjilik Riwut bangun dari tidurnya dan langsung membangunkan kawan-kawannya yang sedang terlelap tidur. Dengan begitu yakin Tjilik Riwut mengatakan kepada kawan-kawannya bahwa ayahndanya Riwut Dahiang malam ini telah dipanggil Yang Kuasa.
Tentu saja semua kawan-kawannya terheran-heran, tak satupun yang percaya bahkan mengira bahwa Tjilik Riwut sedang mimpi. Namun dengan mantap dan penuh keyakinan sekali lagi ia mengatakan bahwa semua ini benar karena penguasa Bukit Batu baru saja datang menemuinya menyampaikan pesan tersebut dan mengatakan bahwa sejak saat itu Tjilik Riwut adalah teman terdekatnya.
Tjilik Riwut meminta teman-temannya untuk mencatat kejadian tersebut lengkap dengan tanggal dan jam terjadinya peristiwa. Djainudin, Essel Djelau dan seorang teman lagi langsung mencatat walau tidak begitu yakin bahwa apa yang dialami Tjilik Riwut tersebut benar terjadi. Untuk mengecek kebenaran firasat tersebut hanya mungkin apabila ada seorang warga yang berasal dari Kasongan datang ke Banjarmasin. Saat itu komunikasi tidak semudah saat ini. Belum ada telepon, belum ada layanan pos, pengiriman berita mungkin terjadi apabila ada kenalan yang datang dari kampung halaman.
Suatu hari ketika seorang kawan datang dari Kasongan ke Banjarmasin, Tjilik Riwut bergegas menanyakan keadaan orang tuanya. Memang benar pada saat firasat dirasakan, pada saat itulah ayah tercintanya pergi menghadap ke hadirat Illahi.
Di masa Revolusi ketika Tjilik Riwut telah berhasil mencapai pulau Jawa bahkan telah terlibat aktif dalam perjuangan menantang Belanda, dalam suatu kesempatan ia pulang kampung dan balampah di Bukit Batu. Ia mohon petunjuk dalam perjuangannya melawan penjajah. Dalam kesempatan itupun Tjilik Riwut bernazar untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka. Sesuatu ia peroleh begitu usai balampah yaitu sebuah batu berbentuk daun telinga. Wangsit yang ia peroleh mengatakan bahwa batu tersebut dapat digunakan untuk mendengarkan dan memonitor musuh apabila diletakkan pada daun telinganya. Namun setelah kemerdekaan diperoleh oleh bangsa Indonesia, batu telinga itu pun gaib.
Sumber : http://www.nila-riwut.com/id/tjilik-riwut/bukit-batu-pertapaan-pahlawan-nasional-tjilik-riwut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar