AAA – Menyimak ke belakang, pada tahun 2016 lalu, tepatnya pada bulan maret tanggal 9. Terjadi gerhana matahari total di Indonesia. Pada waktu itu juga menurut kepercayaan suku Dayak Maanyan, gerhana memiliki pertanda 'baik dan buruk terhadap dunia'.
Apabila bulan atau matahari ditutupi atau mulai lindung dari bawah ke atas maka itu pertanda tidak baik. Itu tandanya akan banyak manusia yang akan menderita berbagai macam penyakit. Dan sawah, ladang dan kebun bisa gagal panen. Sebaliknya, jikalau bulan atau matahari ditutupi mulai dari atas menuju ke bawah, itu juga pertanda sangat tidak baik. Karena manusia akan saling ribut baik itu perang, berebut kekuasaan dan lain sebagainya.
Akan tetapi, lanjut dia, jika bulan atau matahari ditutupi gerhana baik dari kiri maupun dari kanan, maka itu merupakan pertanda bahwa dunia akan aman, adil, makmur dansentosa.
Menurut legenda Dayak Ma’anyan ‘wulan telen’ bahasa Maanyan (gerhana). Gerhana itu terjadi karena bulan atau matahari ditelan sang naga.
Pada saat seperti itu, tradisi suku Dayak Ma’anyan mereka membuat sesajen, beramai-ramai keluar dari rumah melakukan tarian khusus tolak bala. Dan memukul gong, gendang serta benda-benda lain yang bunyinya nyaring.
Hal itu dilakukan agar naga yang menelan bisa cepat-cepat mengeluarkannya lagi, sehingga bulan atau matahari bisa memancarkan cahayanya kembali.
Jika di kalangan masyarakat suku Dayak Ngaju yang mendiami DAS Kapuas, Kahayan dan Katingan ada mitos bahwa gerhana terjadi akibat matahari/bulan ditelan "taluh" atau "rahu", maka suku Dayak Ma'anyan percaya bahwa gerhana atau "Wulan Telen" terjadi karena matahari/bulan ditelan oleh naga.
Tradisi saat terjadi gerhana di kedua suku yang masih satu rumpun ini pun tidak jauh berbeda. Jika terjadi gerhana matahari atau bulan, maka masyarakat suku Dayak Ma'anyan akan membuat sesajen kemudian beramai-ramai keluar rumah untuk melakukan ritual tarian tolak bala sembari membunyikan tetabuhan seperti gong dan gendang serta benda-benda lainya yang menghasilkan bunyi yang keras yang bertujuan agar naga segera memuntahkan kembali matahari/bulan yang ditelannya sehingga matahari atau bulan kembali bersinar.
Berikut adalah arti dan makna gerhana menurut kepercayaan suku Dayak Maanyan sebagaimana yang dituturkan sesepuh Desa Bundar di atas :
- Apabila fase gerhana terjadi vertikal mulai dari bagian bawah piringan bulan atau matahari maka itu pertanda akan terjadi berbagai macam penyakit pada manusia dan kegagalan panen.
- Apabila fase gerhana terjadi vertikal mulai dari bagian atas piringan bulan atau matahari maka itu pertanda akan terjadi keributan besar, pertikaian atau peperangan.
- Apabila fase gerhana terjadi horisontal mulai dari bagian kiri maupun kanan piringan bulan atau matahari maka itu pertanda baik, dunia akan aman, adil, makmur dan sentosa.
Sumber : borneonews.com, infoitah.com, dan berbagai sumber lainnya
Apabila bulan atau matahari ditutupi atau mulai lindung dari bawah ke atas maka itu pertanda tidak baik. Itu tandanya akan banyak manusia yang akan menderita berbagai macam penyakit. Dan sawah, ladang dan kebun bisa gagal panen. Sebaliknya, jikalau bulan atau matahari ditutupi mulai dari atas menuju ke bawah, itu juga pertanda sangat tidak baik. Karena manusia akan saling ribut baik itu perang, berebut kekuasaan dan lain sebagainya.
Akan tetapi, lanjut dia, jika bulan atau matahari ditutupi gerhana baik dari kiri maupun dari kanan, maka itu merupakan pertanda bahwa dunia akan aman, adil, makmur dansentosa.
Menurut legenda Dayak Ma’anyan ‘wulan telen’ bahasa Maanyan (gerhana). Gerhana itu terjadi karena bulan atau matahari ditelan sang naga.
Pada saat seperti itu, tradisi suku Dayak Ma’anyan mereka membuat sesajen, beramai-ramai keluar dari rumah melakukan tarian khusus tolak bala. Dan memukul gong, gendang serta benda-benda lain yang bunyinya nyaring.
Hal itu dilakukan agar naga yang menelan bisa cepat-cepat mengeluarkannya lagi, sehingga bulan atau matahari bisa memancarkan cahayanya kembali.
Jika di kalangan masyarakat suku Dayak Ngaju yang mendiami DAS Kapuas, Kahayan dan Katingan ada mitos bahwa gerhana terjadi akibat matahari/bulan ditelan "taluh" atau "rahu", maka suku Dayak Ma'anyan percaya bahwa gerhana atau "Wulan Telen" terjadi karena matahari/bulan ditelan oleh naga.
Tradisi saat terjadi gerhana di kedua suku yang masih satu rumpun ini pun tidak jauh berbeda. Jika terjadi gerhana matahari atau bulan, maka masyarakat suku Dayak Ma'anyan akan membuat sesajen kemudian beramai-ramai keluar rumah untuk melakukan ritual tarian tolak bala sembari membunyikan tetabuhan seperti gong dan gendang serta benda-benda lainya yang menghasilkan bunyi yang keras yang bertujuan agar naga segera memuntahkan kembali matahari/bulan yang ditelannya sehingga matahari atau bulan kembali bersinar.
Berikut adalah arti dan makna gerhana menurut kepercayaan suku Dayak Maanyan sebagaimana yang dituturkan sesepuh Desa Bundar di atas :
- Apabila fase gerhana terjadi vertikal mulai dari bagian bawah piringan bulan atau matahari maka itu pertanda akan terjadi berbagai macam penyakit pada manusia dan kegagalan panen.
- Apabila fase gerhana terjadi vertikal mulai dari bagian atas piringan bulan atau matahari maka itu pertanda akan terjadi keributan besar, pertikaian atau peperangan.
- Apabila fase gerhana terjadi horisontal mulai dari bagian kiri maupun kanan piringan bulan atau matahari maka itu pertanda baik, dunia akan aman, adil, makmur dan sentosa.
Sumber : borneonews.com, infoitah.com, dan berbagai sumber lainnya